PEMBAHASAN
Definisi
Muhkam
dan
Mutasyabih
Definisi Muhkam dan Mutasyabih dapat dilihat dalam arti umum dan khusus. Berikut ini penjelasannya :
1.
Muhkam dan Mutasyabih dalam
arti Umum
·
Muhkam
Muhkam secara lugawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara dua hal atau
lebih perkara, maka hakim adalah orang yang
mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam
adalah sesuatu yang
dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil. Selain itu, kata muhkam merupakan pengembangan
dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqana wa mana’a yang berarti mengokohkan dan
melarang.
Pengertian itu, maka al-muhkam menurut
lughah adalah al-mutqan yang artinya yang dikokohkan. Dengan demikian, kalam yang
muhkam maksudnya adalah yang
mengokohkan kalam itu dengan membedakan kebenaran dari kedustaan di dalam
kabarnya, dan membedakan petunjuk dari kesesatan dalam perintah-perintahnya. Atau
dengan kata lain, mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar
dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah kalam yang seperti itu
sifatnya. Dalam
istilah muhkam ialah suatu lafadz yang artinya dapat diketahui
dengan jelas dan kuat berdiri sendiri tanpa dita’wilkan karena susunannya
tertib dan tepat, serta pengertiannya tidak sulit dan masuk akal.
Pengertian muhkam
seperti di atas menjadi sifat dari semua ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana
dinyatakan oleh Allah dalam firmanNya dalam QS Hud:1
[الَر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ
حَكِيمٍ خَبِيرٍ]
“Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab
yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang
diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu,”
Ayat QS Hud: 1 ini menjelaskan bahwa seluruh isi al-Qur’an al-Karim
adalah ayat-ayat muhkamat.
·
Mutasyabih
Adapun Mutasyabih secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni
bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah ialah keadaan di mana satu dari dua hal
itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara
keduanya secara konkrit atau abstrak. Dengan kata lain, yang serupa secara
lahir tapi berbeda dalam makna , seperti lafazh mutasyabih yang digunakan Allah dalam menerangkan sifat buah-buahan
di syurga, seraya berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 25
:
[ وَبَشِّرِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا
الصَّالِحَاتِ أنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأنْهَارُ كُلَّمَا
رُزِقُوْا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقاً قَالُوْا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ
قَبْلُ وَأتُوْا بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيْهَا أزْوَاجٌ مُطَهَرَةٌ وَهُمْ
فِيْهَا خَالِدُوْنَ ]
” Dan sampaikanlah berita
gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka
disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka
diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan :
"Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi
buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang
Suci dan mereka kekal di dalamnya”
Yang dimaksud dengan mutasyabih
dalam ayat di atas adalah serupa dalam pemandangan dan berbeda dalam rasa. Mutasyabih bisa juga dikatakan serupa
dalam kalam dan keindahan. Makna tasyabuhul
kalam, maksudnya adalah kalam yang serupa dan saling berpautan, dimana yang
satu dengan yang lainnya saling membenarkan dan saling menguatkan. Ditinjau
dari pengertian mutasyabih seperti di
atas, maka seluruh ayat-ayat Al-Qur’an pun dapat disebut mutasyabih. Bahwa ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain saling
menyerupai dalam kesempurnaan dan keindahan, saling membenarkan dan saling
berpautan secara kuat. Allah berfirman QS.
Az-Zumar : 23
[ اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ
كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ...]
“Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik
(yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang “
Sedang ayat QS al-Zumar
ayat 23 ini menunjukkan bahwa seluruh isi Al-Qur’an adalah ayat-ayat mutasyabihat. Maksud dari pernyataan bahwa seluruh Al-Qur`an muhkam adalah bahwa bermakna sempurna (itqan), membenarkan satu pada yang lainnya, karena perkataan
dikatakan muhkam sempurna (kalam muhkam
mutqan) jika perkataan itu sepakat maknanya walau dengan perbedaan lafadz. Maka jika Al-Qur`an memerintahkan sesuatu,
tidak memerintahkan dengan yang berlawanan di tempat lain melainkan memerintah
dengannya atau yang sejenis dengannya. Begitu pula dalam larangan dan berita,
tidak ada pertentangan didalamnya dan tidak ada perselisihan. QS an-Nisa : 82
[ أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ
كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً ]
“ Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al
Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang
banyak di dalamnya”
Disamping itu, kata mutasyabihat juga berasal dari
kata tasyabuh yang secara bahasa berarti kesamaan atau kesamaran yang
mengarah pada keserupaan Hal ini dapat dipahami dari ayat 70 surat al-Baqarah :
[ قَالُوا ادْعُ لَنَا
رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإنَّا إنْ
شَاءَ اللهُ لَمُهْتَدُوْنَ]
“ Mereka berkata: "Mohonkanlah
kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat
sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami
dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi
itu)."
Dalam istilah, mutasyabih adalah suatu lafadz
al-Qur’an yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau akal manusia,
karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri, maka
dari itu cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan
ilmu yang hanya dimengerti oleh Allah SWT saja.
2. Muhkam dan Mutasyabih
dalam Arti Khusus
Disamping makna muhkam dan mutasyabih
secara umum yang menjadi sifat dari seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana
yang telah diuraikan di atas, juga Allah menerangkan tentang adanya ayat-ayat
Al-Qur’an yang bersifat muhkam dan mutasyabih dengan makna yang khusus.
Sebagaimana terdapat dalam firman Allah QS.Ali ’Imran : 7
[
هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ
الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ
مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا
تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ
إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ
عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ ]
“ Dia-lah yang
menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat
yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat)
mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada
kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat
daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal
tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang
mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang
mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat
mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal. “
QS Ali-Imran ayat 7 ini menunjukkan bahwa sebagian ayat al-Qur’an adalah
muhkamat dan sebagian yang lainnya
adalah mutasyabihat.
Secara terminologi, terdapat beberapa pendapat
para ulama tentang pengertian muhkam dan mutasyabih antara lain:
a. Dr.
Amir Aziz dalam Dirasat fi Ulum al-Qur’an, Muhkam adalah ayat yang bisa dilihat pesannya dengan gamblang atau
jelas, maupun dita’wil. Adapun Mutasyabihat
adalah ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya diketahui oleh Allah. Misalnya,
saat datangnya hari kiamat dan makna huruf tahajji, yakni huruf-huruf
yang terdapat pada awal surat,
seperti : Qaf, Alif Lam Mim, dan lain-lainnya.
b. Ibnu Abbas,
muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu makna,
sedang mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian
bermacam-macam.
c.
Muhkam adalah ayat yang maknanya rasional,
artinya dengan akal manusia saja pengertian ayat itu sudah dapat ditangkap
tetapi ayat-ayat mutasyabih mengandung pengertian yang tidak dapat dirasionalkan,
misalnya: bilangan raka’at di dalam shalat 5 waktu. Demikian juga penentuan puasa yang dijatuhkan pada bulan
ramadhan, bukan bulan sya’ban atau muharram.
d.
Ayat-ayat
al-Qur’an yang muhkam adalah ayat yang menasikh dan padanya
mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidl, dan semua yang
wajib diimani dan diamalkan. Adapun mutasyabihat adalah ayat yang
padanya terdapat mansukh dan qosam serta yang wajib diimani
tetapi tidak wajib diamalkan lantaran tidak tertangkap makna yang dimaksud.
Definisi ini menurut Dr. Amir Abdul Aziz, juga dinisbatkan pada Ibnu Abbas.
e. Shubhi
al –shalih dalam karyanya al-mabahits,
muhkam adalah ayat-ayat yang terang
dan makna dan lafadznya diletakkan untuk suatu makna yang kuat dan mudah
dipahami. Mutasyabih adalah ayat-ayat
yang bersifat mujmal (global), yang mu’awal dan musykil (pelik,sukar).
f. Ayat muhkamat yaitu ayat yang
mengandung halal dan haram diluar ayat tersebut adalah ayat-ayat mutasyabihat.
g. Ayat muhkam adalah ayat yang
tidak ternaskh, sementara ayat mutasyabihat adalah ayat yang dinaskh
h. Muhkam adalah yang
diketahui maksudnya, dan mutasyabih
yang hanya diketahui oleh Allah maksudnya.
i. Muhkam hanya mengandung
satu makna, mutasyabih memungkinkan
untuk dimaknai lebih dari satu makna.
j. Muhkam yang berdiri
sendiri dan tidak butuh penjelas, sedang mutasyabih
yang tidak bisa berdiri sendiri dan butuh penjelas dari yang lainnya.
3.
Muhkam dan Mutasyabih dalam Alqur’an
Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang
termasuk dalam golongan Muhkam dan Mutasyabih. Diantara ayat-ayat tersebut
adalah :
a.
Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang
halal, haram, hudud (hukuman ), faraidh ( kewajiban ), janji dan al-wa’id
( ancaman ). Berikut ini beberapa contoh ayat muhkamat
[ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللهِ
الَّتِي أخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتَ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ
لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ
نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ ]
“ Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang
Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu
(disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi orang-orang yang Mengetahui.”
(QS. Al-A’raf : 32)
[ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لَا يَقُوْمُوْنَ
إلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ
بِأنَّهُمْ قَالُوْا إنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ
وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا
سَلَفَ وَأَمْرُهُ إلى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أصْحَابُ النَّارِ هُمْ
فِيْهَا خَالِدُوْنَ ]
“ Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak
dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran
(tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan
mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,
padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang
yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang
larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Adapun orang yang kembali
(mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal
di dalamnya.
(QS.Al-Baqarah : 275)
[ وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ
فَاقْطَعُوْا أيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ وَاللهُ
عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ]
“ Laki-laki yang mencuri
dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi
apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa
lagi Maha Bijaksana”
(QS.Al-Maidah : 38)
[ َويُحِلُّ
لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إصْرَهُمْ
وَالْأغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَذِيْنَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ
وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ]
“ Dan menghalalkan bagi
mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan
membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.
Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan
mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka
Itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al-A’raf : 157)
b. Sementara untuk ayat-ayat mutasyabihat mereka mencontohkan dengan
ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat
tentang Asma’ Allah dan sifat-sifatnya, antara lain terdapat dalam : QS Thaha:
6, al-Qashash : 88, al-Fath: 10 dan 6, al-An`am: 18, al-Fajr: 22, al-Bayyinah:
8, Ali ‘Imran: 31. Berikut beberapa contoh ayat mutasyabih :
[الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى]
“ (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang
bersemayam di atas 'Arsy ”
( QS. Thaa Haa : 5)
[ وَلاَ تَدْعُ مَعَ اللهِ إلَهاً
آخَرَ لا إله إلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإلَيْهِ
تُرْجَعُوْنَ ]
“ Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang
lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu
pasti binasa, kecuali wajahNya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
(QS. Al-Qasas : 88)
[ إنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إنَّمَا يُبَايِعُوْنَ
اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أيْدِيْهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ
وَمَنْ أوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللهَ فَسَيُؤْتِيْهِ أجْراً عَظِيْماً ]
“ Bahwasanya orang-orang
yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada
Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, Maka barangsiapa yang melanggar
janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan
barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala
yang besar.”
(QS. Al-Fath : 10)
Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Termasuk
didalamnya permulaan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf Hijaiyyah
dan hakikat hari kemudian serta pengetahuan tentangnya ( `ilmu al-saa`ah ).
Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Qur’an
Al-Zarqani membagi ayat-ayat mutasyabihat menjadi tiga macam:
a. Ayat-ayat yang
seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan
tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat
dan hal-hal ghaib lainnya. Allah berfirman Q.S. al-An’am : 59
[ وَعِنْدَه مَفَـاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُـهَا اِلاَّ هُوَ....]
“ Dan pada sisi
Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia
sendiri....”
b.
Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui
maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang,
urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman Q.S. an-Nisa’: 3
[ وَاِنْ
خِفْـتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ
النِّسَاءِ...]
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, Maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.... ”
Maksud
ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya timbul karena lafalnya yang
ringkas. Kalimat asal berbunyi :
[ وَاِنْ خَفْـتُمْ اَنْ لاَ تُقْسِطُوْا فِى اليَتمى اِذَا تَـزَوَّجْـتُمْ
بِهِنَّ فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ....]
“ Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak)
perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah
wanita-wanita selain mereka. ”
c. Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para
ulama tertentu dan bukan semua ulama. Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan
doanya bagi Ibnu Abbas:
اَللَّهُمَّ
فَقِّهْـهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ
“ Ya Tuhanku,
jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil.”
...
bersambung
Muhammad Chirzin. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. ( Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima
Yasa, 2003 ) hal. 70.