Rabu, 01 Februari 2012

MUHKAM DAN MUTASYABIH bagian 2


PEMBAHASAN


Definisi   

Muhkam  

 dan  

Mutasyabih



Definisi Muhkam dan Mutasyabih dapat dilihat dalam arti umum dan khusus.  Berikut ini penjelasannya :

1.      Muhkam dan Mutasyabih dalam arti Umum

·         Muhkam

Muhkam secara lugawi berasal dari kata hakama. Kata hukm berarti memutuskan antara dua hal atau lebih perkara, maka hakim adalah orang yang mencegah yang zalim dan memisahkan dua pihak yang sedang bertikai. Sedangkan muhkam adalah sesuatu yang dikokohkan, jelas, fasih dan membedakan antara yang hak dan batil.[1] Selain itu, kata muhkam merupakan pengembangan dari kata “ahkama, yuhkimu, ihkaman” yang secara bahasa adalah atqana wa mana’a yang berarti mengokohkan dan melarang.

Pengertian itu, maka al-muhkam menurut lughah  adalah al-mutqan yang artinya yang dikokohkan. Dengan demikian, kalam yang muhkam maksudnya adalah yang mengokohkan kalam itu dengan membedakan kebenaran dari kedustaan di dalam kabarnya, dan membedakan petunjuk dari kesesatan dalam perintah-perintahnya.[2] Atau dengan kata lain, mengokohkan perkataan dengan memisahkan berita yang benar dari yang salah, dan urusan yang lurus dari yang sesat. Jadi, kalam muhkam adalah kalam yang seperti itu sifatnya.[3] Dalam istilah muhkam ialah suatu lafadz yang artinya dapat diketahui dengan jelas dan kuat berdiri sendiri tanpa dita’wilkan karena susunannya tertib dan tepat, serta pengertiannya tidak sulit dan masuk akal.[4]


Pengertian muhkam seperti di atas menjadi sifat dari semua ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana dinyatakan oleh Allah dalam firmanNya dalam QS Hud:1

[الَر كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِن لَّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ]
“Alif laam raa, (Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatNya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) yang Maha Bijaksana lagi Maha tahu,”

Ayat QS Hud: 1 ini menjelaskan bahwa seluruh isi al-Qur’an al-Karim adalah ayat-ayat muhkamat.

·         Mutasyabih

Adapun Mutasyabih secara lugawi berasal dari kata syabaha, yakni bila salah satu dari dua hal serupa dengan yang lain. Syubhah  ialah keadaan di mana satu dari dua hal itu tidak dapat dibedakan dari yang lain karena adanya kemiripan di antara keduanya secara konkrit atau abstrak.[5] Dengan kata lain, yang serupa secara lahir tapi berbeda dalam makna [6], seperti lafazh mutasyabih yang digunakan Allah dalam menerangkan sifat buah-buahan di syurga, seraya berfirman dalam QS. Al-Baqarah : 25
:
[ وَبَشِّرِ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوْا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقاً قَالُوْا هَذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأتُوْا بِهِ مُتَشَابِهاً وَلَهُمْ فِيْهَا أزْوَاجٌ مُطَهَرَةٌ وَهُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ ]

” Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. setiap mereka diberi rezki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu." mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang Suci dan mereka kekal di dalamnya”


Yang dimaksud dengan mutasyabih dalam ayat di atas adalah serupa dalam pemandangan dan berbeda dalam rasa. Mutasyabih bisa juga dikatakan serupa dalam kalam dan keindahan. Makna tasyabuhul kalam, maksudnya adalah kalam yang serupa dan saling berpautan, dimana yang satu dengan yang lainnya saling membenarkan dan saling menguatkan. Ditinjau dari pengertian mutasyabih seperti di atas, maka seluruh ayat-ayat Al-Qur’an pun dapat disebut mutasyabih. Bahwa ayat-ayat Al-Qur’an satu sama lain saling menyerupai dalam kesempurnaan dan keindahan, saling membenarkan dan saling berpautan secara kuat. Allah berfirman QS. Az-Zumar : 23

[ اللَّهُ نَزَّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مُّتَشَابِهاً مَّثَانِيَ...]
“Allah Telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Quran yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang “


Sedang ayat QS al-Zumar ayat 23 ini menunjukkan bahwa seluruh isi Al-Qur’an adalah ayat-ayat mutasyabihat. Maksud dari pernyataan  bahwa seluruh Al-Qur`an muhkam adalah bahwa bermakna sempurna (itqan), membenarkan satu pada yang lainnya, karena perkataan dikatakan muhkam sempurna (kalam muhkam mutqan) jika perkataan itu sepakat maknanya walau dengan perbedaan lafadz. Maka jika Al-Qur`an memerintahkan sesuatu, tidak memerintahkan dengan yang berlawanan di tempat lain melainkan memerintah dengannya atau yang sejenis dengannya. Begitu pula dalam larangan dan berita, tidak ada pertentangan didalamnya dan tidak ada perselisihan. QS an-Nisa : 82

[ أَفَلاَ يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً ]
Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al Qur'an ? Kalau kiranya Al Qur'an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya


Disamping itu, kata mutasyabihat juga berasal dari kata tasyabuh yang secara bahasa berarti kesamaan atau kesamaran yang mengarah pada keserupaan Hal ini dapat dipahami dari ayat 70 surat al-Baqarah :

[ قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَا هِيَ إنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإنَّا إنْ شَاءَ اللهُ لَمُهْتَدُوْنَ]
Mereka berkata: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar dia menerangkan kepada kami bagaimana hakikat sapi betina itu, Karena Sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami dan Sesungguhnya kami insya Allah akan mendapat petunjuk (untuk memperoleh sapi itu)."

Dalam istilah, mutasyabih adalah suatu lafadz al-Qur’an yang artinya samar, sehingga tidak dapat dijangkau akal manusia, karena bisa ditakwilkan macam-macam sehingga tidak dapat berdiri sendiri, maka dari itu cukup diyakini adanya saja dan tidak perlu diamalkan, karena merupakan ilmu yang hanya dimengerti oleh Allah SWT saja.[7]

2.        Muhkam dan Mutasyabih dalam Arti Khusus
                       
Disamping makna muhkam dan mutasyabih secara umum yang menjadi sifat dari seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, juga Allah menerangkan tentang adanya ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat muhkam dan mutasyabih dengan makna yang khusus. Sebagaimana terdapat dalam firman Allah QS.Ali ’Imran : 7


[ هُوَ الَّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مُّحْكَمَاتٌ هُنَّ أُمُّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمَّا الَّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتَّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاء الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاء تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاَّ اللّهُ وَالرَّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنَّا بِهِ كُلٌّ مِّنْ عِندِ رَبِّنَا وَمَا يَذَّكَّرُ إِلاَّ أُوْلُواْ الألْبَابِ ]

“ Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat , itulah pokok-pokok isi Al qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mu-tasyaabihaat . Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat daripadanya untuk menimbulkan fitnah untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal.

QS Ali-Imran ayat 7 ini menunjukkan bahwa sebagian ayat al-Qur’an adalah muhkamat dan sebagian yang lainnya adalah mutasyabihat.

Secara terminologi, terdapat beberapa pendapat para ulama tentang pengertian muhkam dan mutasyabih antara lain:

a.    Dr. Amir Aziz dalam Dirasat fi Ulum al-Qur’an, Muhkam adalah ayat yang bisa dilihat pesannya dengan gamblang atau jelas, maupun dita’wil. Adapun Mutasyabihat adalah ayat-ayat yang pengertian pastinya hanya diketahui oleh Allah. Misalnya, saat datangnya hari kiamat dan makna huruf tahajji, yakni huruf-huruf yang terdapat pada awal surat, seperti : Qaf, Alif Lam Mim, dan lain-lainnya.

b.     Ibnu Abbas, muhkam adalah ayat yang penakwilannya hanya mengandung satu makna, sedang mutasyabihat adalah ayat yang mengandung pengertian bermacam-macam.

c.    Muhkam adalah ayat yang maknanya rasional, artinya dengan akal manusia saja pengertian ayat itu sudah dapat ditangkap tetapi ayat-ayat mutasyabih mengandung pengertian yang tidak dapat dirasionalkan, misalnya: bilangan raka’at di dalam shalat 5 waktu. Demikian juga penentuan puasa yang dijatuhkan pada bulan ramadhan, bukan bulan sya’ban atau muharram.
d.   Ayat-ayat al-Qur’an yang muhkam adalah ayat yang menasikh dan padanya mengandung pesan pernyataan halal, haram, hudud, faraidl, dan semua yang wajib diimani dan diamalkan. Adapun mutasyabihat adalah ayat yang padanya terdapat mansukh dan qosam serta yang wajib diimani tetapi tidak wajib diamalkan lantaran tidak tertangkap makna yang dimaksud. Definisi ini menurut Dr. Amir Abdul Aziz, juga dinisbatkan pada Ibnu Abbas.

e.    Shubhi al –shalih dalam karyanya al-mabahits, muhkam adalah ayat-ayat yang terang dan makna dan lafadznya diletakkan untuk suatu makna yang kuat dan mudah dipahami. Mutasyabih adalah ayat-ayat yang bersifat mujmal (global), yang mu’awal dan musykil (pelik,sukar).

f.     Ayat muhkamat yaitu ayat yang mengandung halal dan haram diluar ayat tersebut adalah ayat-ayat mutasyabihat.

g.    Ayat muhkam adalah ayat yang tidak ternaskh, sementara ayat mutasyabihat adalah ayat yang dinaskh

h.    Muhkam adalah yang diketahui maksudnya, dan mutasyabih yang hanya diketahui oleh Allah maksudnya.

i.      Muhkam hanya mengandung satu makna, mutasyabih memungkinkan untuk dimaknai lebih dari satu makna.

j.      Muhkam yang berdiri sendiri dan tidak butuh penjelas, sedang mutasyabih yang tidak bisa berdiri sendiri dan butuh penjelas dari yang lainnya.

3.      Muhkam dan Mutasyabih dalam Alqur’an

Di dalam Al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang termasuk dalam golongan Muhkam dan Mutasyabih. Diantara ayat-ayat tersebut adalah :

a.       Para ulama memberikan contoh ayat-ayat muhkam dalam al-Qur’an dengan ayat-ayat nasikh, ayat-ayat tentang halal, haram, hudud (hukuman ), faraidh ( kewajiban ), janji dan  al-wa’id ( ancaman ). Berikut ini beberapa contoh ayat muhkamat

[ قُلْ مَنْ حَرَّمَ زِيْنَةَ اللهِ الَّتِي أخْرَجَ لِعِبَادِهِ وَالطَّيِّبَاتَ مِنَ الرِّزْقِ قُلْ هِيَ لِلَّذِيْنَ آمَنُوْا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا خَالِصَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَذَلِكَ نُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُوْنَ ]

“ Katakanlah: "Siapakah yang mengharamkan perhiasan dari Allah yang Telah dikeluarkan-Nya untuk hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang mengharamkan) rezki yang baik?" Katakanlah: "Semuanya itu (disediakan) bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk mereka saja) di hari kiamat." Demikianlah kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi orang-orang yang Mengetahui.”
(QS. Al-A’raf : 32)


[ الَّذِيْنَ يَأْكُلُوْنَ الرِّبَا لَا يَقُوْمُوْنَ إلَّا كَمَا يَقُوْمُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأنَّهُمْ قَالُوْا إنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إلى اللهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ ]

“  Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Adapun orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.  
(QS.Al-Baqarah : 275)

[ وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوْا أيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالاً مِنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ]
“ Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”
(QS.Al-Maidah : 38)

[ َويُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إصْرَهُمْ وَالْأغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَذِيْنَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُوا النُّوْرَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ]
“ Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.”
(QS. Al-A’raf : 157)
                                                                                                     

b.      Sementara untuk ayat-ayat mutasyabihat mereka mencontohkan dengan ayat-ayat mansukh dan ayat-ayat tentang Asma’ Allah dan sifat-sifatnya, antara lain terdapat dalam : QS Thaha: 6, al-Qashash : 88, al-Fath: 10 dan 6, al-An`am: 18, al-Fajr: 22, al-Bayyinah: 8, Ali ‘Imran: 31. Berikut beberapa contoh ayat mutasyabih :

[الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى]
“  (yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy ”
( QS. Thaa Haa : 5)

[ وَلاَ تَدْعُ مَعَ اللهِ إلَهاً آخَرَ لا إله إلا هُوَ كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إلا وَجْهَهُ لَهُ الْحُكْمُ وَإلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ ]
                   “ Janganlah kamu sembah di samping (menyembah) Allah, Tuhan apapun yang lain. tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali wajahNya. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan Hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”
 (QS. Al-Qasas : 88)


[ إنَّ الَّذِيْنَ يُبَايِعُوْنَكَ إنَّمَا يُبَايِعُوْنَ اللهَ يَدُ اللهِ فَوْقَ أيْدِيْهِمْ فَمَنْ نَكَثَ فَإنَّمَا يَنْكُثُ عَلَى نَفْسِهِ وَمَنْ أوْفَى بِمَا عَاهَدَ عَلَيْهُ اللهَ فَسَيُؤْتِيْهِ أجْراً عَظِيْماً ]
“ Bahwasanya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu Sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah di atas tangan mereka, Maka barangsiapa yang melanggar janjinya niscaya akibat ia melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati janjinya kepada Allah Maka Allah akan memberinya pahala yang besar.”
(QS. Al-Fath : 10)

Dan masih banyak lagi ayat lainnya. Termasuk didalamnya permulaan beberapa surah yang dimulai dengan huruf-huruf Hijaiyyah dan hakikat hari kemudian serta pengetahuan tentangnya ( `ilmu al-saa`ah ).

Pembagian ayat-ayat Mutasyabihat dalam Al-Qur’an

Al-Zarqani membagi ayat-ayat mutasyabihat menjadi tiga macam[8]:

a.    Ayat-ayat yang seluruh manusia tidak dapat sampai kepada maksudnya, seperti pengetahuan tentang zat Allah dan hakikat sifat-sifat-Nya, pengetahuan tentang waktu kiamat dan hal-hal ghaib lainnya. Allah berfirman Q.S. al-An’am : 59
[ وَعِنْدَه مَفَـاتِحُ الْغَيْبِ لاَ يَعْلَمُـهَا اِلاَّ هُوَ....]
Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang gaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri....”


b.     Ayat-ayat yang setiap orang bisa mengetahui maksudnya melalui penelitian dan pengkajian, seperti ayat-ayat mutasyabihat yang kesamarannya timbul akibat ringkas, panjang, urutan, dan seumpamanya. Allah berfirman Q.S. an-Nisa’: 3
[ وَاِنْ خِفْـتُمْ اَلاَّ تُقْسِطُوْا فِى الْيَتمى فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ...]

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim, Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi.... ”

                 Maksud ayat ini tidak jelas dan ketidak jelasannya timbul karena lafalnya yang ringkas. Kalimat asal berbunyi :
[ وَاِنْ خَفْـتُمْ اَنْ لاَ تُقْسِطُوْا فِى اليَتمى اِذَا تَـزَوَّجْـتُمْ بِهِنَّ فَانْكِحُوْا مَاطَابَ لَكُمْ مِنَ النِّسَاءِ....]

Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim sekiranya kamu kawini mereka, maka kawinilah wanita-wanita selain mereka. ”


c.    Ayat-ayat mutasyabihat yang maksudnya dapat diketahui oleh para ulama tertentu dan bukan semua ulama. Inilah yang diisyaratkan Nabi dengan doanya bagi Ibnu Abbas:
اَللَّهُمَّ فَقِّهْـهُ فِى الدِّيْنِ وَعَلِّمْهُ التَّأْوِيْلَ

Ya Tuhanku, jadikanlah dia seorang yang paham dalam Agama, dan ajarkanlah kepadanya takwil.”

... bersambung




[1] Muhammad Chirzin. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. ( Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 2003 ) hal. 70.
[2] Miftah Faridl, Agus Syihabudin. Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang Pertama. (Bandung : Pustaka, 1989) h, 161
[3] Manna’ Khalil al-Qattan. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Terjemahan. (Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2004) h. 303
[4] Prof. Dr. H. Abdul Djalal, H.A., Ulumul Qur’an, (Surabaya: Dunia Ilmu, 1997), hal. 243
[5]  Ibid, hal. 70.
[6] Miftah Faridl, Agus Syihabudin. Op cit. hal.161
[7] Prof. Dr. H. Abdul Djalal, H.A., op.cit., hlm. 243
[8] Ahmad  Syadali dan Ahmad Rofi’I, op.cit, hal. 206.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar