Rabu, 01 Februari 2012

MUHKAM DAN MUTASYABIH bagian 4

 
Hikmah 
dan 
Nilai-nilai Pendidikan 
dalam 
Ayat-ayat Muhkam  
dan  
Mutasyabih





Ada pepatah yang mengatakan, khudil hikmata min ayyi wi’ain kharajat, ambillah hikmah dari manapun keluar. Begitu pun dalam masalah muhkam  dan mutasyabih. 

Muhammad Chirzin menyimpulkan setidaknya ada tiga hikmah yang dapat kita ambil dari persoalan muhkam dan mutasyabih tersebut, hikmah-hikmah itu adalah:

a.    Andaiakata seluruh ayat Al-Qur’an terdiri dari ayat-ayat muhkamat, niscaya akan sirnalah ujian keimanan dan amal lantaran pengertian ayat yang jelas.

b.    Seandainya seluruh ayat Al-Qur’an mutasyabihat, niscaya akan lenyaplah kedudukannya sebagai penjelas dan petunjuk bagi manusia orang yang benar keimanannya yakin bahwa Al-Qur’an seluruhnya dari sisi Allah, segala yang datang dari sisi Allah pasti haq dan tidak mungkin bercampur dengan kebatilan.
[لاَ يَأْتِيْهِ الْبَاطِلُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنْزِيْلٌ مِنْ حَكَيْمٍ حَمِيْدٍ]

” Tidak akan datang kepadanya (Al-Qur’an) kebatilan, baik dari depan maupun dari belakang, yang diturunkan dari Tuhan yang Maha Bijaksana lagi  Maha Terpuji.”
 (Q.S. Fushilat : 42)

c.       Al-Qur’an yang berisi ayat-ayat muhkamat dan ayat-ayat mutasyabihat, menjadi motivasi bagi umat Islam untuk terus menerus menggali berbagai kandungannya sehingga mereka akan terhindar dari taklid, bersedia membaca Al-Qur’an dengan khusyu’ sambil merenung dan berpikir. [1]

Menurut Yusuf Qardhawi, adanya muhkam  dan mutasyabih sebenarnya merupakan ke-mahabijaksanaan-Nya Allah, bahwa Al-Qur’an ditujukan kepada semua kalangan, karena bagi orang yang mengetahui berbagai tabiat manusia, di antara mereka ada yang senang terhadap bentuk lahiriyah dan telah merasa cukup dengan bentuk literal suatu nash. Ada yang memberikan perhatian kepada spiritualitas suatu nash, dan tidak merasa cukup dengan bentuk lahiriyahnya saja, sehingga ada orang yang menyerahkan diri kepada Allah dan ada orang yang melakukan pentakwilan, ada manusia intelek dan manusia spiritual.[2]

Kalau hikmah ini kita kaitkan dengan dunia pendidikan, setidaknya Allah telah mengajarkan ”ajaran” muhkam dan mutasyabih kepada manusia agar kita mengakui adanya perbedaan karakter pada setiap individu, sehingga kita harus menghargainya. Kalau kita sebagai guru, sudah sepatutnya meneladani-Nya untuk kita aplikasikan dalam menyampaikan pelajaran yang dapat diterima oleh peserta didik yang berbeda-beda dalam kecerdasan dan karakter.



PENUTUP


Ayat-ayat muhkam dan mutasyabih adalah dua hal yang saling melengkapi dalam Al-Qur’an. Muhkam sebagai ayat yang tersurat merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai bayan (penjelas) dan hudan (petunjuk). Mutasyabih sebagai ayat yang tersirat merupakan bukti bahwa Al-Qur’an berfungsi sebagai mukjizat dan kitab sastra terbesar[3] sepanjang sejarah manusia yang tidak akan habis-habisnya untuk dikaji dan diteliti.


KEPUSTAKAAN


Ash-Shalih, Subhi. 1995. Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an. Terjemah: Team Pustaka Firdaus. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Anwar, Dr.Rosihan. Ulumul Quran.Bandung: Pustaka Setia. 2006

As-Suyuthi. Apa itu Al-Qur’an. Jakarta : Gema Insani Press, 1995

Baljon, J.M.S. 1991. Tafsir Al-Qur’an Muslim Modern. Terjemah: Ni’amullah Muiz. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Baidan, Nasaruddin. Wawasan Baru ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka pelajar. 2006
Chirzin, Muhammad. 2003. Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Dahlan, Zaini, dkk.1991. Mukadimah Al-Qur’an dan Tafsirnya. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf.
Faridl, Miftah,Agus Syihabudin. Al-Qur’an Sumber Hukum Islam yang Pertama. Bandung : Pustaka, 1989
Machasin. Al-Qadi Abd al-Jabbar. Mutasyabih al-Qur’an dan Dalih Rasionalitas. Yogyakarta : LkiS, 2000
Manna’ al-Qaththan, Mabahits fi Ulumil Qur’an, Resalah Publishers, Beirut, Libanon
________________. Studi Ilmu-Ilmu Qur’an. Terjemahan. Bogor : Pustaka Litera Antar Nusa, 2004
Panggabean, Samsurizal. 1989. Makna Muh}kam  dan Mutasya>bih dalam Al-Qur’an. Makalah disampaikan dalam diskusi al-Jami’ah IAIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Qardhawi, Yusuf. 1997. Al-Qur’an dan As-Sunnah Referensi Tertinggi Umat Islam. Jakarta: Rabbani Press.
Syadali, Ahmad dan Rofi’i, Ahmad. 2000. Ulumul Qur’an I. Bandung: CV. Pustaka Setia
Setiawan, M. Nur Kholis. 2005. Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar, Yogyakarta: elSAQ.
Al-Itqan fi ’Ulumil Qur’an, al-Hafidz Jalaluddin Abdurrahman as-Suyuthi, Dar Ibnu Katsir Damaskus Beirut.
Manahilul ’Irfan fi ’Ulumil Qur’an, al-Syaikh Muhammad ’Abdul ’Adzim al-Zarqani, Darul Kitab al-Arabi, Beirut Libanon.




[1] Muhammad chirzin, Op.cit. hal. 74-75
[2]Yusuf Qardhawy.1997. Op.cit. hal. 226
[3] Meminjam istilah M.Nur Kholis Setiawan dalam bukunya Al-Qur’an Kitab Sastra Terbesar (Yogyakarta: elSAQ, 2005).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar